Hidup adalah pilihan. Kami memilih hidup menjadi seorang guru. Dan takdir menuntun jalan kami. Bukan mudah mendapat predikat sarjana itu. Dengan keringat dan tangis, kami mencapainya hingga titik batas kekuatan kami. Tak tidur semalam, jalan kaki lewat tengah kampus jam 12 malam berasa uji nyali. Pulang kos sudah terbatas jam malam hingga harus menginap dimana saja kami bisa tidur. Uang saku terbatas, makan cukup dua kali, mencari beasiswa, jauh dari orang tua, kalau sakit cukuplah pakai balsem, kerokan, lalu tidur. Ini balada mahasiswa.
Tempaan hidup yang keras membuat kami kuat. Hingga lulus dan mencari sebuah tempat pendidikan. Mengajar di sekolah swasta bukan perkara yang mudah. Hal baru setiap hari terjadi fluktuasi. Kadang nyaman tanpa kendala. Kadang ada siswa menangis, siswa yang memiliki ego besar, siswa yang seperti penguasa, siswa yang terbawa masalah di rumah ke sekolah. Sebisa mungkin kami menjalaninya enjoy, meski seminggu sekali harus ke tukang urut melemaskan otot yang terasa tegang. Ini bukan pilihan kami ketika murid sangat bervariasi karakter dan latar belakang. Tapi tahukah kami bukan guru kaleng-kaleng, yang mengajar seadanya dan semaunya. Ingin kami pun mendidik mereka menjadi anak yang benar. Meski tak semua anak menerimanya seperti harapan kami. Karena mengubah karakter dan watak seseorang tak semudah menggoreng mendoan. Terkadang ingin marah, menangis menghadapi mereka. Marah untuk mengingatkan bahwa hidup tak hanya keinginan mereka. Namun terkadang itu sia-sia. Dengan palu batu tak akan mudah hancur. Tapi dengan air batu lama-lama akan terkikis.
Saat seperti sekarang terkadang menyakitkan. Ketika penerimaan peserta didik baru (PPDB) sudah menggema. Anak-anak berebut masuk ke sekolah negeri. Meski ada yang memang punya pilihannya sendiri. Segala macam cara dilakukan, apalagi tahun ini adalah lulusan corona. Nilai entah dari mana diambil, padahal penerimaan berdasarkan nilai. Peraturan dibuat sedemikian mungkin, untuk mengurangi kecurangan. Namun seperti air yang meresap kesebalik dinding. Celah masih ada untuk dilalui. Gengsi kadang membuat mereka lupa mengajarkan anaknya untuk jujur, berlapang dada, dan pelajaran bahwa ia harus belajar lebih giat. Bukan mengajarkan mereka untuk curang dan melakukan apapun agar keinginan terwujud. Apa gunanya pelajaran PKn setiap hari digaungkan jika praktiknya tidak dapat dilaksanakan? Kami hanya gigit jari, mengusap dada dan beristighfar. Seperti semua pintu ditutup. Seolah kami tak berhak apa-apa. Dari usia SD mereka sudah diajari untuk berlaku sejauh itu. Bahkan dengan bangganya menyatakan sekolah kami adalah buangan. Hidupmu baru seumur jagung nak, jangan menghina orang lain ketika kamu di atas angin. Anginpun tak kan kuat menyangga kelakuanmu. Banyak rahasia alam yang tak diketahui oleh keong yang bersembunyi dalam cangkang. Kami bangga pada orangtua yang tak serta merta mengikuti keinginan anaknya. Berusaha boleh, tapi ketika hasil tak seperti yang diinginkan apa mau dikata. Manusia adalah perencana terbaik dan Allah pemutus segala perkara.
Dimana saja emas akan tetap berkilau meski dari kejauhan. Tanah tetaplah tanah meski disimpan dalam sebuah istana. Jangan bangga nilaimu bagus karena menyontek. Bangga saat nilaimu adalah usaha kerasmu. Tanda bahwa seorang yang tak patah semangat.
Guru swasta yang saya maksud adalah guru yang mengajar di sekolah swasta. menyimpan perasaan ini lama, baru ini saja kesampaian. sekolah swasta di kota kecil tak sama dengan di kota besar. bahkan berbeda 180 derajat dari ini.